Keutamaan Ilmu
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."('Thaahaa: 114)
Selasa, 04 September 2012
Rabu, 15 Agustus 2012
Cerita Anak Ke-14 Putri Junjung Buih
Putri Junjung Buih
Tersebutlah
kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan. Kerajaan itu
diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga, atau
diberi julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja
tersebut belum mempunyai putera ataupun puteri.Namun diantara keduanya,
Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk mempunyai putera. Setiap malam ia dan
permaisurinya memohon kepada para dewa agar dikarunia sepasang putera kembar.
Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan oleh para dewa. Ia mendapat petunjuk
untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat kota
Banjarmasin. Di
dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta istrinya menyantap bunga
Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar seperti petunjuk para
dewa, beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia melahirkan sepasang bayi
kembar yang sangat elok wajahnya. Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Raja
Tua untuk mempunyai putera pula. Kemudian ia pun memohon kepada para dewa agar
dikarunia putera. Raja Tua bermimpi disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang
terletak di luar kota
Amuntai. Raja Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan
pertapaan, dalam perjalanan pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang
terapung-apung di sebuah sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan
buih. Oleh karena itu, bayi yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung
Buih.
Raja Tua lalu
memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk mengambil bayi tersebut.
Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut, karena bayi itu sudah
dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi tersebut meminta
untuk ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut yang harus
diselesaikan dalam waktu setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan
empat puluh orang wanita cantik.Raja Tuapun lalu menyayembarakan permintaan
bayi tersebut. Ia berjanji untuk mengangkat orang yang dapat memenuhi
permintaan bayi tersebut menjadi pengasuh dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya
dimenangkan oleh seorang wanita bernama Ratu Kuripan. Selain pandai menenun,
iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya ia dapat memenuhi persyaratan waktu
yang singkat itu, Ratu Kuripan pun menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat
mengagumkan. Kain dan selimut yang ditenunnnya sangatlah indah. Seperti yang
dijanjikan, kemudian Raja Tua mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh si
puteri Junjung Buih. Ia ikut berperanan besar dalam hampir setiap keputusan
penting menyangkut sang puteri.
Cerita Anak Ke-13 Malin Kundang
Malin Kundang
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah
keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi
nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah
memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan
yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan
ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1
tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya.
Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam
dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia
tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi
berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin
Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk
membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang
yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan
maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin
Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya
menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan
secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan,
jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu
Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin
lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama
berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak
buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang
dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para
pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut,
karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang
kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung
ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah
pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang
terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh
masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang
menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi
seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang
jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang
mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah
menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu
Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak
saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya
yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah,
Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah
disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang
setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal.
Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta
istrinya.
Malin Kundang pun turun dari
kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka
dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati
adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu
lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi
apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang
pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan
mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri
Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku
sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin
Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena
kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata
"Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah
batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi
sebuah batu karang.
Pesan Moral : Sebagai seorang
anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu
yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi
seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar
yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.
Cerita Anak Ke-12 Legenda Loro Jonggrang
Legenda Loro Jonggrang
Alkisah, pada dahulu kala
terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran
dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan
dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan
Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin
oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang
suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku,
akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya.
Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak
berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang,
putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin
dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati
Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku
?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang
tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali,
belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar
Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro
Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka
Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat
Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang
tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana, Loro Jonggrang
?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya
bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa
syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?".
"Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi,
jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso.
"Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung
Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat
itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya
ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi
tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga
usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"
Setelah perlengkapan di siapkan.
Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan
lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara
menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru.
Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa
yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku
membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak
ke sana kemari,
melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah
tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara itu, diam-diam Loro
Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh
pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati.
Ia mencari akal. Para dayang kerajaan
disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar
semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya
disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar
ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang
menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah
menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus
segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang
lain. Para jin tersebut berhamburan pergi
meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan
pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso
mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah
berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata
jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro
Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya
ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi
sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam
pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!"
katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang
langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut
masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro
Jonggrang.
Senin, 13 Agustus 2012
Cerita Anak Ke-11 Lutung Kasarung
Lutung
Kasarung
Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.
Purbasari
memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat
menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih
aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang
bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga
tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya
alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia
tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.
Kemudian ia
menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan
patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk
Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini
pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri".
"Terima kasih paman", ujar Purbasari.
Selama di hutan
ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya.
Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi
kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta
buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam
bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi
lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa
Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung
merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya
mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya
Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga
tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada
kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali.
Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di istana,
Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama
tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu
dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya
kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak
Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah
yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi
karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih
panjang.
"Baiklah
aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini
tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari
mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung
Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari.
Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".
Pada saat itu
juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban.
Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan,
lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak
gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama
ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari
yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua
kembali ke Istana.
Purbasari
menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang
ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Cerita Anak Ke-10 Laba-Laba, Kelinci dan Sang Bulan
Laba-laba, Kelinci dan Sang
Bulan
ang bulan
terlihat sedih karena sudah lama ia melihat banyak kejadian di dunia dan juga
melihat banyak ketakutan yang dialami oleh manusia. Untuk membuat manusia
menjadi tidak takut, sang bulan berupaya mengirimkan pesan kepada manusia
melalui temannya sang laba-laba yang baik hati.
"Hai sang
laba-laba, manusia di bumi sangatlah takut untuk mati dan hal itu membuat
mereka menjadi sangat sedih. Cobalah tenangkan manusia-manusia itu bahwa cepat
atau lambat manusia pasti akan mati, sehingga tidak perlu mereka untuk merasa
sedih", seru sang Bulan kepada temannya sang laba-laba.
Dengan
perlahan-lahan sang laba-laba turun kembali ke bumi, dan dengan sangat
hati-hati ia meniti jalan turun melalui untaian sinar bulan dan sinar matahari.
Di perjalannnya turun ke bumi, sang laba-laba bertemu dengan si kelinci.
"Hendak
kemanakah engkau hai sang laba-laba ?" tanya si kelinci penuh rasa ingin
tahu. "Aku sedang menuju bumi untuk memberitahukan manusia-manusia pesan
dari temanku sang Bulan" sahut sang laba-laba menjelaskan. "oohh
perjalananmu sangatlah jauh wahai sang laba-laba. Bagaimana jika kamu
memberitahukan pesan sang Bulan kepadaku dan aku akan membantumu memberitahukan
kepada manuisa-manusia itu" seru si kelinci. "hemm.. baiklah, aku
akan memberitahukan pesan dari sang Bulan kepadamu." jawab sang laba-laba.
"Sang Bulan ingin memberitahukan manusia-manusia di bumi bahwa mereka akan
cepat atau lambat mati ........." lanjut sang laba-laba.
Belum habis sang
laba-laba menjelaskan, si kelinci sudah meloncat pergi sambil menghapalkan
pesan sang laba-laba. " Yah, beritahukan manusia bahwa mereka semua akan
mati" serunya sambil meloncat-loncat dengan cepatnya. Sang Kelinci
memberitahukan manusia pesan yang diterimanya. Manusia menjadi sangat sedih dan
ketakutan.
Sang laba-laba
segera kembali kepada sang Bulan dan memberitahukan apa yang terjadi. Sang
bulan sangat kecewa dengan si kelinci, dan ketika si kelinci kembali sang bulan
mengutuk si kelinci karena telah lalai mendengarkan pesan sang Bulan dengan
lengkap.
Karena itu
sampai saat ini si kelinci tidak dapat bersuara lagi. Bagaimana dengan sang
laba-laba? Sang bulan menugaskan sang laba-laba untuk terus menyampaikan pesan
kepada manusia-manusia di bumi tanpa boleh menitipkan pesannya kepada siapapun
yang dijumpainya. Oleh karena itu sampai pada saat ini kita masih dapat melihat
sang laba-laba dengan tekunnya merajut pesan sang bulan di pojok-pojok ruangan.
Namun berapa banyakkah dari kita manusia yang telah melihat pesan sang Bulan tersebut?
Cerita Anak Ke-9 La Dana dan Kerbaunya
La Dana dan Kerbaunya
La Dana adalah seorang anak petani dari Toraja. Ia sangat terkenal
akan kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya
orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.
Pada suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta
kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan
mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau.
Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian
kaki belakang.
Lalu La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan
daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup.
Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum
disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh tuan rumah.
Seminggu setelah itu La Dana mulai tidak sabar menunggu agar
kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi rumah temannya, dimana kerbau
itu berada, dan berkata "Mari kita potong hewan ini, saya sudah ingin
makan dagingnya." Temannya menjawab, "Tunggulah sampai hewan itu agak
gemuk." Lalu La Dana mengusulkan, "Sebaiknya kita potong saja bagian
saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu selanjutnya." Kawannya berpikir,
kalau kaki belakang kerbau itu dipotong maka ia akan mati. Lalu kawannya
membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan La Dana untuk
memberinya kaki depan dari kerbau itu.
Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan kembali meminta agar
bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk. Ia dijanjikan bagian badan
kerbau itu asal La Dana mau menunda maksudnya. Baru beberapa hari berselang La
Dana sudah kembali kerumah temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu
dipotong.
Kali ini kawannya sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata,
"Kenapa kamu tidak ambil saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi
untuk mengganggu saya." La dana pun pulang dengan gembiranya sambil
membawa seekor kerbau gemuk.
Cerita Anak Ke-8 Kutukan Raja Pulau Mintin
Kutukan Raja Pulau Mintin
Pada zaman dahulu, terdapatlah sebuah kerajaan di Pulau Mintin
daerah Kahayan Hilir. Kerajaan itu sangat terkenal akan kearifan rajanya.
Akibatnya, kerajaan itu menjadi wilayah yang tenteram dan makmur.
Pada suatu hari, permaisuri dari raja tersebut meninggal dunia.
Sejak saat itu raja menjadi murung dan nampak selalu sedih. Keadaan ini
membuatnya tidak dapat lagi memerintah dengan baik. Pada saat yang sama,
keadaan kesehatan raja inipun makin makin menurun. Guna menanggulangi situasi
itu, raja berniat untuk pergi berlayar guna menghibur hatinya.
Untuk melanjutkan pemerintahan maka raja itu menyerahkan tahtanya
pada kedua anak kembarnya yang bernama Naga dan Buaya. Mereka pun menyanggupi
keinginan sang raja. Sejak sepeninggal sang raja, kedua putranya tersebut
memerintah kerajaan. Namun sayangnya muncul persoalan mendasar baru.
Kedua putra raja tersebut memiliki watak yang berbeda. Naga
mempunyai watak negatif seperti senang berfoya-foya, mabuk-mabukan dan berjudi.
Sedangkan buaya memiliki watak positif seperti pemurah, ramah tamah, tidak
boros dan suka menolong.
Melihat tingkah laku si Naga yang selalu menghambur-hamburkan harta
kerajaan, maka si Buayapun marah. Karena tidak bisa dinasehati maka si Buaya
memarahi si Naga. Tetapi rupaya naga ini tidak mau mendengar. Pertengkaran itu
berlanjut dan berkembang menjadi perkelahian. Prajurit kerajaan menjadi terbagi
dua, sebahagian memihak kepada Naga dan sebagian memihak pada Buaya.
Perkelahian makin dahsyat sehingga memakan banyak korban.
Dalam pelayarannya, Sang raja mempunyai firasat buruk. Maka ia pun
mengubah haluan kapalnya untuk kembali ke kerajaanya. Betapa terkejutnya ia
ketika menyaksikan bahwa putera kembarnya telah saling berperang. Dengan berang
ia pun berkata,"kalian telah menyia-nyiakan kepercayaanku. Dengan
peperangan ini kalian sudah menyengsarakan rakyat. Untuk itu terimalah
hukumanku. Buaya jadilah engkau buaya yang sebenarnya dan hidup di air. Karena
kesalahanmu yang sedikit, maka engkau akan menetap di daerah ini. Tugasmu
adalah menjaga Pulau Mintin. Sedangkan engkau naga jadilah engkau naga yang
sebenarnya. Karena kesalahanmu yang besar engkau akan tinggal di sepanjang
Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga agar Sungai Kapuas
tidak ditumbuhi Cendawan Bantilung."
Setelah mengucapkan kutukan itu, tiba-tiba langit gelap dan petir
menggelegar. Dalam sekejap kedua putranya telah berubah wujud. Satu menjadi
buaya. Yang lainnya menjadi naga.
Cerita Anak Ke-7 Kelelawar yang Pengecut
Kelelawar
Yang Pengecut
Di sebuah padang rumput di Afrika,
seekor Singa sedang menyantap makanan. Tiba-tiba seekor burung elang terbang
rendah dan menyambar makanan kepunyaan Singa. “Kurang ajar” kata singa. Sang
Raja hutan itu sangat marah sehingga memerintahkan seluruh binatang untuk
berkumpul dan menyatakan perang terhadap bangsa burung.
“Mulai sekarang
segala jenis burung adalah musuh kita”, usir mereka semua, jangan disisakan !”
kata Singa. Binatang lain setuju sebab mereka merasa telah diperlakukan sama
oleh bangsa burung. Ketika malam mulai tiba, bangsa burung kembali ke
sarangnya.
Kesempatan itu
digunakan oleh para Singa dan anak buahnya untuk menyerang. Burung-burung
kocar-kacir melarikan diri. Untung masih ada burung hantu yang dapat melihat dengan
jelas di malam hari sehingga mereka semua bisa lolos dari serangan singa dan
anak buahnya.
Melihat bangsa
burung kalah, sang kelelawar merasa cemas, sehingga ia bergegas menemui sang
raja hutan. Kelelawar berkata,”Sebenarnya aku termasuk bangsa tikus, walaupun
aku mempunyai sayap. Maka izinkan aku untuk bergabung dengan kelompokmu, Aku
akan mempertaruhkan nyawaku untuk bertempur melawan burung-burung itu”. Tanpa
berpikir panjang singa pun menyetujui kelelawar masuk dalam kelompoknya.
Malam berikutnya
kelompok yang dipimpin singa kembali menyerang kelompok burung dan berhasil
mengusirnya. Keesokan harinya, menjelang pagi, ketika kelompok Singa sedang
istirahat kelompok burung menyerang balik mereka dengan melempari kelompok
singa dengan batu dan kacang-kacangan. “Awas hujan batu,” teriak para binatang
kelompok singa sambil melarikan diri. Sang kelelawar merasa cemas dengan hal
tersebut sehingga ia berpikiran untuk kembali bergabung dengan kelompok burung.
Ia menemui sang raja burung yaitu burung Elang. “Lihatlah sayapku, Aku ini
seekor burung seperti kalian”. Elang menerima kelelawar dengan senang hati.
Pertempuran
berlanjut, kera-kera menunggang gajah atau badak sambil memegang busur dan anak
panah. Kepala mereka dilindungi dengan topi dari tempurung kelapa agar tidak
mempan dilempari batu. Setelah kelompok singa menang, apa yang dilakukan
kelelawar ?. Ia bolak balik berpihak kepada kelompok yang menang. Sifat
pengecut dan tidak berpendirian yang dimiliki kelelawar lama kelamaan diketahui
oleh kedua kelompok singa dan kelompok burung.
Mereka sadar
bahwa tidak ada gunanya saling bermusuhan. Merekapun bersahabat kembali dan
memutuskan untuk mengusir kelelawar dari lingkungan mereka. Kelelawar merasa
sangat malu sehingga ia bersembunyi di gua-gua yang gelap. Ia baru menampakkan
diri bila malam tiba dengan cara sembunyi-sembunyi.
Minggu, 12 Agustus 2012
Cerita Anak Ke-6 Keong Mas
Keong Mas
Alkisah pada jaman dahulu kala
hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani karena
kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros.
Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada
waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu
lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat
Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan
dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang
menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau
melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang
janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran
sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir
Galoran.
Janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu
bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran
sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena
selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian
dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam
dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean
kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar,
Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu.
"Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan
rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu
kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian
usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya
sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian Galoran
mengancam.
Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu
menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati
bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya
lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean.
"Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya
yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan
iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh
Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan
bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan
bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah
dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan"
jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya
Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu
membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah
menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua
orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil.
Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan
kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat
bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan
siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput
ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya warna
kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi.
"Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut
Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang.
Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di
dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan
merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah
tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo
Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal
tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah
gerangan yang melakukan hal tersebut.
Suatu hari mereka seperti
biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan
kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur.
Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan
melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang
dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan
udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil.
"Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong
Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke
dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo
ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo Sambega
"Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia
biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma
menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar
cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak
angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan
menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut
keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya
dari hari kehari.
Sampailah tenunan tersebut di ibu
kota kerajaan.
Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas
tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan
tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain.
Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh
kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut
untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong
Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara
tersebut.
Cerita Anak Ke-5 Kancil Si Pencuri Timun
Kancil si
pencuri Timun
Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja mimpi indahnya terputus. "Tolong! Tolong! " terdengar teriakan dan jeritan berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang berlari-lari. "Ada apa, sih?" kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. "Kebakaran! Kebakaran! " teriak Kambing. " Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan! " Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari mengikuti teman-temannya.
Kancil terus berlari. Wah, cepat
juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat.
Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan teman-temannya.
"Aduh, napasku habis rasanya," Kancil berhenti dengan napas terengah-engah,
lalu duduk beristirahat. "Lho, di mana binatang-binatang lainnya?"
Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa takut.
"Wah, aku berada di mana sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini."
Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya. "Waduh, aku tersesat.
Sendirian lagi. Bagaimana ini?'7 Kancil semakin takut dan bingung. "Tuhan,
tolonglah aku."
Kancil terus berjalan menjelajahi
hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia
melihat sebuah ladang milik Pak Tani. "Ladang sayur dan buah-buahan? Oh,
syukurlah. Terima kasih, Tuhan," mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh
dengan sayur dan buah-buahan yang siap dipanen. Wow, asyik sekali!
"Kebetulan nih, aku haus dan lapar sekali," kata Kancil sambil
menelan air liurnya. "Tenggorokanku juga terasa kering. Dan perutku
keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah."
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap
sayur dan buahbuahan yang ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah
kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal sekali, ya? "Hmm, sedap
sekali," kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan.
"Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti asyik." Setelah puas,
Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin
yang bertiup, membuatnya mengantuk. "Oahem, aku jadi kepingin tidur
lagi," kata Kancil sambil menguap. Akhirnya binatang yang nakal itu
tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di
hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya.
Krr... krr... krrr...
Ketika bangun pada keesokan
harinya, Kancil merasa lapar lagi. "Wah, pesta berlanjut lagi, nih,"
kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kali ini aku pilih-pilih dulu, ah.
Siapa tahu ada buah timun kesukaanku." Maka Kancil berjalan-jalan
mengitari ladang Pak Tani yang luas itu. "Wow, itu dia yang kucari! "
seru Kancil gembira. "Hmm, timunnya kelihatan begitu segar. Besarbesar
lagi! Wah, pasti sedap nih." Kancil langsung makan buah timun sampai
kenyang. "Wow, sedap sekali sarapan timun," kata Kancil sambil
tersenyum puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon
rindang untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika
melihat ladangnya. "Wah, ladang timunku kok jadi berantakan-begini,"
kata Pak Tani geram. "Perbuatan siapa, ya? Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada
bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?" Ladang timun itu
memang benar-benar berantakan. Banyak pohon timun yang rusak karena
terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah. 7
@ Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap! " omel Pak Tani sambil
mengibas-ngibaskan sabitnya. "Panen timunku jadi berantakan." Maka
seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya yang berantakan.
Dari tempat istirahatnya, Kancil
terus memperhatikan Pak Tani itu. "Hmm, dia pasti yang bernama Pak
Tani," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kumisnya boleh juga.
Tebal,' hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi... hi... hi.... Sebelumnya
Kancil memang belum pernah bertemu dengan manusia. Tapi dia sering mendengar
cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya. "Aduh, Pak Tani kok lama
ya," ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu lama sekali. Siang itu Kancil
ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun yang segar itu.
Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang berisi timun di
bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi berkurang. Dan
waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan. "Ah, akhirnya
tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu," Kancil bangkit dan berjalan ke
ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan timun Pak Tani.
Keesokan harinya, Pak Tani geram
dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi. "Benar-benar
keterlaluan! " seru Pak Tani sambil mengepalkan tangannya. "Ternyata
tanaman lainnya juga rusak dan dicuri." Pak Tani berlutut di tanah untuk
mengetahui jejak si pencuri. "Hmm, pencurinya pasti binatang," kata
Pak Tani. "Jejak kaki manusia tidak begini bentuknya." Pemilik ladang
yang malang itu
bertekad untuk menangkap si pencuri. "Aku harus membuat perangkap untuk
menangkapnya! " Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di
rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri
orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket!
Pak Tani kembali lagi ke ladang.
Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti
manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar
tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani.
"Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi," ucap Kancil, yang
melihat dari kejauhan. "Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya
diam saja, dan Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?" Lama
sekali Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan.
"Ah, lebih baik aku ke sana,"
kata Kancil memutuskan. "Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun
Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis."
"Maafkan saya, Pak,"
sesal Kancil di depan orangorangan ladang itu. "Sayalah yang telah mencuri
timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?" Tentu saj,a orang-orangan ladang
itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan itu
tetap diam. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil. "Huh,
sombong sekali!" seru Kancil marah. "Aku minta maaf kok diam saja.
Malah tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?" gerutunya. Akhirnya Kancil
tak tahan lagi. Ditinjunya orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk!
Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri.
Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat erat di tubuh boneka itu. "
Lepaskan tanganku! " teriak Kancil j engkel. " Kalau tidak, kutendang
kau! " Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh
orang-orangan itu. "Aduh, bagaimana ini?"
Sore harinya, Pak Tani kembali ke
ladang. "Nah, ini dia pencurinya! " Pak Tani senang melihat
jebakannya berhasil. "Rupanya kau yang telah merusak ladang dan mencuri
timunku." Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil. "Katanya kancil
binatang yang cerdik," ejek Pak Tani. "Tapi kok tertipu oleh
orang-orangan ladang. Ha... ha... ha.... " Kancil pasrah saja ketika
dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang ayam. Tapi
Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate. "
Aku harus segera keluar malam ini j uga I " tekad Kancil. Kalau tidak,
tamatlah riwayatku. " Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur,
Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. "Ssst... Anjing,
kemarilah," bisik Kancil. "Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan
baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di
rumah Pak Lurah. Asyik, ya?"
Anjing terkejut mendengarnya.
"Apa? Aku tak percaya! Aku yang sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah
diajak pergi. Eh, malah kau yang diajak." Kancil tersenyum penuh arti.
"Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak
bohong! " Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta
agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajakn-ya pergi ke pesta. "Oke, aku
akan berusaha membujuk Pak Tani," janji Kancil. "Tapi malam ini kau
harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?" Anjing setuju dengan
tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan masuk. Dengan
sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang. "Terima kasih," kata
Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu. "Maaf Iho, aku terpaksa
berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan maafku
padanya." Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari
kejadian sebenarnya ketika Kancil sudah menghilang.
Kancil yang cerdik, temyata mudah
diperdaya oleh Pak Tani. Itulah sebabnya kita tidak boleh takabur.
Cerita Anak ke-4 Dongeng Kura-Kura dan Burung Elang
Dongeng
Kura-kura dan Burung Elang
Pada dahulu kala hiduplah seekor
kura-kura dan seekor burung elang. Walaupun sang kura-kura dan elang jarang
bertemu karena sang kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu disemak-semak
sedangkan sang elang lebih banyak terbang, namun tidak menghalangi sang elang
untuk selalu mengunjungi teman kecilnya yang baik hati, sang kura-kura.
Keluarga sang kura-kura sangat
ramah dan selalu menyambut kedatangan sang elang dengan gembira. Mereka juga
selalu memberi sang elang makanan dengan sangat royalnya. Sehingga sang elang
selalu berkali-kali datang karena makanan gratis dari keluarga kura-kura
tersebut. Setiap kali sehabis makan dari keluarga kura-kura sang elang selalu
menertawakan sang kura-kura : "ha ha betapa bodohnya si kura-kura, aku
dapat merasakan kenikmatan dari makanan yang selalu dia berikan, namun tidak
mungkin dia dapat merasakan nikmatnya makananku karena sarangku yang terletak
jauh diatas gunung"
Karena begitu seringnya sang
elang menertawakan dan dengan egoisnya menghabiskan makanan sang kura-kura,
maka seluruh hutan mulai menggunjingkan sikap sang elang tersebut. Para penghuni hutan tersebut merasa tidak suka dengan
sikap seenaknya sang elang kepada sang kura-kura yang baik hati. Suatu hari
seekor kodok memanggil kura-kura yang sedang berjalan dekat sungai. "Hai
temanku sang kura-kura, berilah aku semangkok kacang polong, maka aku akan
memberikan kata-kata bijak untukmu" seru sang kodok. Setelah menghabiskan
semangkuk kacang polong dari sang kura-kura, sang kodok berkata lagi:
"kura-kura, sahabatmu sang elang telah menyalahgunakan persahabatan dan
kebaikan hatimu. Setiap kali sehabis bertamu di sarangmu, selalu saja dia
mengejekmu dengan berkata " ha ha betapa bodohnya si kura-kura, aku dapat
merasakan kenikmatan dari makan yang selalu dia berikan, namun tidak mungkin
dia dapat merasakan nikmatnya makananku karena sarangku yang terletak jauh
diatas gunung". Pada suatu hari nanti sang elang akan datang kembali dan
akan meminta sekeranjang makanan darimu dan berjanji akan memberikan makanan
kepadamu dan anak-anakmu"
Benarlah yang dikatakan oleh sang
kodok, sang elang datang dengan membawa keranjang dan seperti biasanya sang
elang menikmati makanan dari sang kura-kura. Sang elang berkata: "hai
temanku kura-kura, ijinkan aku mengisi keranjangku dengan makanan darimu, maka
akan kukirimkan kepada anak istriku dan istriku akan memberimu makanan
buatannya untuk istri dan anakmu". Kemudian sang elang terbang dan kembali
menertawakan sang kura-kura. Maka segeralah sang kura-kura masuk kedalam
keranjang tersebut dan ditutupi dengan sayuran buah-buahan oleh istrinya,
sehingga tidak terlihat. Ketika sang elang kembali, istri sang kura-kura
mengatakan bahwa suaminya baru saja pergi dan memberikan keranjang penuh berisi
makanan kepada sang elang. Sang elang segera bergegas terbang sambil membawa
keranjang tersebut.
Kembali dia menertawakan
kebodohan sang kura-kura. Namun kali ini sang kura-kura mendengar sendiri
perkataannya. Sampailah mereka di sarang sang elang, dan sang elang segera
memakan isi keranjang tersebut sampai habis. Betapa terkejutnya melihat sang
kura-kura keluar dari keranjang tersebut. "Hai temanku sang elang, engkau
sudah sering mengunjungi sarangku namun belum pernah sekalipun aku mengunjungi
sarangmu. Kelihatannya akan sangat berbahagianya aku kalau dapat menikmati
makananmu seperti engkau menikmati makananku." Betapa marahnya sang elang
karena merasa tersindir. Dengan marah ia mematuk sang kura-kura.Namun berkat
batok rumah sang kura-kura yang keras, kura-kura tidak dapat dipatuk oleh sang
elang. Dengan sedihnya sang kura-kura berkata: "Aku telah melihat
persahabatan macam apa yang engkau tawarkan padaku hai sang elang. Betapa
kecewanya aku. Baiklah antarkan aku kembali ke sarangku dan persahabatan
kita akan berakhir." Sang elangpun berkata :"Baiklah kalau itu maumu.
Aku akan membawamu pulang" Namun timbul pikiran jahat pada diri sang
elang. "Aku akan menjatuhkanmu dan memakan sisa-sisa dirimu" pikirnya
lagi.
Begitulah, sang kura-kura
memegang kaki sang elang yang terbang tinggi. "lepaskan kakiku" seru
sang elang marah. Dengan sabar sang kura-kura menjawab: "Aku akan
melepaskan kakimu apabila engkau sudah mengantarkanku pulang ke sarangku"
dengan kesal sang elang pun terbang tinggi, menungkik dan menggoyang-goyangkan
kakinya dengan harapan sang kura-kura akan jatuh. Namun tidak ada gunanya.
Akhirnya dia menurunkan sang kura-kura di sarangnya, dan segera terbang tinggi
dengan perasaan malu.
Ketika sang elang terbang, sang
kura-kura berseru : " Hai temanku persahabatan membutuhkan rasa saling
membagi satu dengan lainnya. Aku menghargaimu dan kaupun menghargaiku. Namun
bagaimanapun, sejak engkau menjadikan persahabatan kita hanya permainan,
mentertawakan keramahan keluargaku dan aku maka sebaiknya engkau tidak usah lagi
datang kepadaku".
Cerita Anak ke2 Cindelaras
Cindelaras
Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri," pikirnya.
Selir baginda, berkomplot dengan
seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera
dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun
dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda
sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan
tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke
hutan.
Sang patih segera membawa
permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang
bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat
selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan
kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk
mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang
ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh
permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di
hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras.
Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia
sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik
bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm, rajawali itu
baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku." Setelah 3 minggu,
telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam
itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu
keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra..."
Cindelaras sangat takjub mendengar
kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras
menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita
ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir
baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh
ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang
menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.
"Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya.
"Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan
Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita tentang kehebatan ayam
Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu.
Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras.
"Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini
tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir
baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika
ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya
menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung
dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil
menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton
bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku
kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak
muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti
membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi.
"Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang.
Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah
itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras,
ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih
segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi
pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden
Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,"
lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan.
Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah
itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya
Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden
Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah
negerinya dengan adil dan bijaksana
Cerita Anak
Aji Saka
Dahulu kala, ada
sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu
Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan
seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat
yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain. Di dusun
Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik
hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang
dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh
Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang
kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan.
Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur
selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka
menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum
diperbolehkan melewati hutan itu.
Tapi berkat
kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat
setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam
setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji Saka tiba di
Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena
Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.
Dengan berani,
Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap
oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya. Saat
mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang
sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah
setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri
kelalimannya. Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit
kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan
jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak. Aji Saka kemudian dinobatkan
menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat
pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang
Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan
sejahtera.
Langganan:
Postingan (Atom)