Menggapai Mimpi Bersama Sahabat
Keutamaan Ilmu
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."('Thaahaa: 114)
Selasa, 04 September 2012
Rabu, 15 Agustus 2012
Cerita Anak Ke-14 Putri Junjung Buih
Putri Junjung Buih
Tersebutlah
kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan. Kerajaan itu
diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga, atau
diberi julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja
tersebut belum mempunyai putera ataupun puteri.Namun diantara keduanya,
Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk mempunyai putera. Setiap malam ia dan
permaisurinya memohon kepada para dewa agar dikarunia sepasang putera kembar.
Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan oleh para dewa. Ia mendapat petunjuk
untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat kota
Banjarmasin. Di
dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta istrinya menyantap bunga
Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar seperti petunjuk para
dewa, beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia melahirkan sepasang bayi
kembar yang sangat elok wajahnya. Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Raja
Tua untuk mempunyai putera pula. Kemudian ia pun memohon kepada para dewa agar
dikarunia putera. Raja Tua bermimpi disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang
terletak di luar kota
Amuntai. Raja Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan
pertapaan, dalam perjalanan pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang
terapung-apung di sebuah sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan
buih. Oleh karena itu, bayi yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung
Buih.
Raja Tua lalu
memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk mengambil bayi tersebut.
Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut, karena bayi itu sudah
dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi tersebut meminta
untuk ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut yang harus
diselesaikan dalam waktu setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan
empat puluh orang wanita cantik.Raja Tuapun lalu menyayembarakan permintaan
bayi tersebut. Ia berjanji untuk mengangkat orang yang dapat memenuhi
permintaan bayi tersebut menjadi pengasuh dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya
dimenangkan oleh seorang wanita bernama Ratu Kuripan. Selain pandai menenun,
iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya ia dapat memenuhi persyaratan waktu
yang singkat itu, Ratu Kuripan pun menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat
mengagumkan. Kain dan selimut yang ditenunnnya sangatlah indah. Seperti yang
dijanjikan, kemudian Raja Tua mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh si
puteri Junjung Buih. Ia ikut berperanan besar dalam hampir setiap keputusan
penting menyangkut sang puteri.
Cerita Anak Ke-13 Malin Kundang
Malin Kundang
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah
keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi
nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah
memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan
yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan
ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1
tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya.
Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam
dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia
tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi
berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin
Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk
membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang
yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan
maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin
Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya
menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan
secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan,
jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu
Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin
lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama
berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak
buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang
dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para
pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut,
karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang
kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung
ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah
pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang
terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh
masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang
menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi
seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang
jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang
mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah
menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu
Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak
saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya
yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah,
Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah
disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang
setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal.
Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta
istrinya.
Malin Kundang pun turun dari
kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka
dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati
adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu
lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi
apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang
pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan
mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri
Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku
sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin
Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena
kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata
"Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah
batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi
sebuah batu karang.
Pesan Moral : Sebagai seorang
anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu
yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi
seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar
yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.
Cerita Anak Ke-12 Legenda Loro Jonggrang
Legenda Loro Jonggrang
Alkisah, pada dahulu kala
terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran
dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan
dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan
Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin
oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang
suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku,
akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya.
Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak
berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang,
putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin
dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati
Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku
?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang
tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali,
belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar
Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro
Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka
Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat
Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang
tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana, Loro Jonggrang
?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya
bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa
syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?".
"Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi,
jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso.
"Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung
Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat
itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya
ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi
tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga
usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"
Setelah perlengkapan di siapkan.
Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan
lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara
menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru.
Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa
yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku
membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak
ke sana kemari,
melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah
tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara itu, diam-diam Loro
Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh
pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati.
Ia mencari akal. Para dayang kerajaan
disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar
semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya
disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar
ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang
menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah
menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus
segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang
lain. Para jin tersebut berhamburan pergi
meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan
pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso
mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah
berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata
jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro
Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya
ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi
sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam
pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!"
katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang
langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut
masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro
Jonggrang.
Senin, 13 Agustus 2012
Cerita Anak Ke-11 Lutung Kasarung
Lutung
Kasarung
Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.
Purbasari
memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat
menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih
aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang
bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga
tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya
alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia
tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.
Kemudian ia
menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan
patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk
Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini
pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri".
"Terima kasih paman", ujar Purbasari.
Selama di hutan
ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya.
Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi
kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta
buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam
bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi
lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa
Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung
merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya
mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya
Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga
tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada
kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali.
Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di istana,
Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama
tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu
dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya
kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak
Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah
yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi
karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih
panjang.
"Baiklah
aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini
tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari
mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung
Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari.
Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".
Pada saat itu
juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban.
Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan,
lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak
gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama
ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari
yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua
kembali ke Istana.
Purbasari
menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang
ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Cerita Anak Ke-10 Laba-Laba, Kelinci dan Sang Bulan
Laba-laba, Kelinci dan Sang
Bulan
ang bulan
terlihat sedih karena sudah lama ia melihat banyak kejadian di dunia dan juga
melihat banyak ketakutan yang dialami oleh manusia. Untuk membuat manusia
menjadi tidak takut, sang bulan berupaya mengirimkan pesan kepada manusia
melalui temannya sang laba-laba yang baik hati.
"Hai sang
laba-laba, manusia di bumi sangatlah takut untuk mati dan hal itu membuat
mereka menjadi sangat sedih. Cobalah tenangkan manusia-manusia itu bahwa cepat
atau lambat manusia pasti akan mati, sehingga tidak perlu mereka untuk merasa
sedih", seru sang Bulan kepada temannya sang laba-laba.
Dengan
perlahan-lahan sang laba-laba turun kembali ke bumi, dan dengan sangat
hati-hati ia meniti jalan turun melalui untaian sinar bulan dan sinar matahari.
Di perjalannnya turun ke bumi, sang laba-laba bertemu dengan si kelinci.
"Hendak
kemanakah engkau hai sang laba-laba ?" tanya si kelinci penuh rasa ingin
tahu. "Aku sedang menuju bumi untuk memberitahukan manusia-manusia pesan
dari temanku sang Bulan" sahut sang laba-laba menjelaskan. "oohh
perjalananmu sangatlah jauh wahai sang laba-laba. Bagaimana jika kamu
memberitahukan pesan sang Bulan kepadaku dan aku akan membantumu memberitahukan
kepada manuisa-manusia itu" seru si kelinci. "hemm.. baiklah, aku
akan memberitahukan pesan dari sang Bulan kepadamu." jawab sang laba-laba.
"Sang Bulan ingin memberitahukan manusia-manusia di bumi bahwa mereka akan
cepat atau lambat mati ........." lanjut sang laba-laba.
Belum habis sang
laba-laba menjelaskan, si kelinci sudah meloncat pergi sambil menghapalkan
pesan sang laba-laba. " Yah, beritahukan manusia bahwa mereka semua akan
mati" serunya sambil meloncat-loncat dengan cepatnya. Sang Kelinci
memberitahukan manusia pesan yang diterimanya. Manusia menjadi sangat sedih dan
ketakutan.
Sang laba-laba
segera kembali kepada sang Bulan dan memberitahukan apa yang terjadi. Sang
bulan sangat kecewa dengan si kelinci, dan ketika si kelinci kembali sang bulan
mengutuk si kelinci karena telah lalai mendengarkan pesan sang Bulan dengan
lengkap.
Karena itu
sampai saat ini si kelinci tidak dapat bersuara lagi. Bagaimana dengan sang
laba-laba? Sang bulan menugaskan sang laba-laba untuk terus menyampaikan pesan
kepada manusia-manusia di bumi tanpa boleh menitipkan pesannya kepada siapapun
yang dijumpainya. Oleh karena itu sampai pada saat ini kita masih dapat melihat
sang laba-laba dengan tekunnya merajut pesan sang bulan di pojok-pojok ruangan.
Namun berapa banyakkah dari kita manusia yang telah melihat pesan sang Bulan tersebut?
Cerita Anak Ke-9 La Dana dan Kerbaunya
La Dana dan Kerbaunya
La Dana adalah seorang anak petani dari Toraja. Ia sangat terkenal
akan kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya
orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.
Pada suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta
kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan
mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau.
Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian
kaki belakang.
Lalu La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan
daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup.
Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum
disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh tuan rumah.
Seminggu setelah itu La Dana mulai tidak sabar menunggu agar
kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi rumah temannya, dimana kerbau
itu berada, dan berkata "Mari kita potong hewan ini, saya sudah ingin
makan dagingnya." Temannya menjawab, "Tunggulah sampai hewan itu agak
gemuk." Lalu La Dana mengusulkan, "Sebaiknya kita potong saja bagian
saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu selanjutnya." Kawannya berpikir,
kalau kaki belakang kerbau itu dipotong maka ia akan mati. Lalu kawannya
membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan La Dana untuk
memberinya kaki depan dari kerbau itu.
Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan kembali meminta agar
bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk. Ia dijanjikan bagian badan
kerbau itu asal La Dana mau menunda maksudnya. Baru beberapa hari berselang La
Dana sudah kembali kerumah temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu
dipotong.
Kali ini kawannya sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata,
"Kenapa kamu tidak ambil saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi
untuk mengganggu saya." La dana pun pulang dengan gembiranya sambil
membawa seekor kerbau gemuk.
Langganan:
Postingan (Atom)